Tidak seorang pun di seantero jazirah Arab yang tidak mengenal Amr bin Abda Wudd. Namanya sudah masyhur sebagai seorang ksatria ahli tarung di kalangan bangsawan Quraisy.

Dia terkenal mahir bertarung dengan tombak dan pedang. Tubuhnya besar, tegap, dan berwajah bengis. Ketenarannya dalam berduel memang sukar dicari tandingannya. Ketika perang Khandaq berlangsung, Amr merupakan salah seorang tokoh Quraisy yang bergabung di dalam tentara sekutu (Al-Ahzab) yang bertujuan memusnahkan kaum Muslim dan Islam. Dia juga merupakan salah seorang yang berhasil dengan kudanya meloncati parit lebar yang dibuat kaum Muslim. Sesampai di seberang Amr bin Abda Wudd berteriak : ”Siapa di antara pengikut Muhammad yang berani berduel denganku?!”

Tantangan yang didengar kaum Muslim membuat kebanyakan para sahabat Nabi kecut. Mereka mengenal betul siapa Amr bin Abda Wudd. Suasana menjadi hening dan mencekam. Amr menunggu kedatangan “jagoan” kaum Muslim yang bersedia bertaruh nyawa dengannya. Namun tak seorang pun dari barisan kaum Muslim muncul dan maju menjawab tantangan Amr.
Allah SwT menggambarkan rasa takut para sahabat Nabi saat itu dengan begitu gamblang : “Ketika mereka (tentara al-Ahzab) datang kepada kalian dari atas dan dari bawah kalian, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan dan hati kalian naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan dengan goncangan yang sangat.” (QS Al-Ahzab [33] : 10) 1]
Sementara Sahabat Rasulallah Yakni Ali bin Abi Thalib gelisah, karena tidak seorang pun dari sahabat Nabi yang menanggapi tantangan Si Jagoan Quraisy. Ali bin Abi Thalib segera berkata kepada Rasulullah Saw, ”Wahai Rasulullah, izinkan aku maju melawan Amr!”

Rasulullah tidak menghiraukan kata-kata Ali bin Abi Thalib seraya melihat ke segenap wajah-wajah sahabatnya yang tampak pucat-pasi. Ali bin Abi Thalib menunggu jawaban Nabi Saw, tetapi Nabi malah mengatakan, ”Duduklah kamu”
Terdengar lagi suara lantang Amr menggelegar seolah memenuhi langit Madinah:
”Mana orang-orang Muslim yang ingin masuk surga, mari kuantar kalian ke surga lewat pedangku ini!!”

Ejekan Amr tersebut membuat hati Sahabat Ali semakin panas, dan sekali lagi beliau berkata kepada Rasul, ”Izinkan aku berduel dengannya, wahai Nabiyallah!”
Rasulullah kembali menoleh ke deretan wajah-wajah pucat sahabat-sahabatnya, seolah tidak mendengarkan permintaan Sahabat Ali dan berkata lagi kepada Sahabat Ali, ”Duduklah kamu”. Ali bin Abi Thalib menaati titah Rasul Saw dan kembali duduk.

Di dalam suatu riwayat, Amr bin Abda Wudd mulai kesal, karena menunggu tantangannya yang tidak dipenuhi, dia mendengus marah, lalu Amr memotong salah satu kaki kudanya dan melemparkannya ke arah barisan pasukan kaum Muslim sambil berteriak :
”Hei!!! Apakah kalian takut dan ragu atas keyakinan kalian sehingga kalian enggan memenuhi tantanganku atau jangan-jangan kalian tidak lagi percaya akan keberadaan surga?”
Potongan kaki kuda yang jatuh tepat di hadapan para sahabat Nabi serta ringkikan kuda yang memelas karena derita yang dialaminya makin menambah rasa gentar di hati mereka. Tetapi tidak dengan Rasul Saw dan Sahabat Ali as. Rasulullah Saw masih menunggu respon sahabat-sahabatnya untuk bangkit memenuhi tantangan Amr, tetapi tidak seorang pun dari mereka yang bahkan berani memandang wajah Rasulullah Saw.
Ali pun kembali meminta izin Nabi, ”Wahai Rasulullah, izinkan aku menutup sesumbar mulutnya dengan pedangku. Aku yakin aku dapat membunuhnya dengan izin Allah”. Setelah merasa kecewa karena tak seorang pun sahabatnya yang berani turun ke gelanggang tempur, akhirnya Rasulullah Saw mengizinkan Ali bin Abi Thalib maju untuk berduel dengan Amr bin Abda Wudd.

Inilah pertempuran yang sangat sangat menentukan kelangsungan hidup dakwah Islam. Di dalam banyak riwayat disebutkan bahwa begitu Ali bin Abi Thalib berdiri dan berlari menyongsong Amr bin Abd Wudd, wajah Rasulullah Saw tampak tegang. Beliau berdoa kepada Allah Swt : “Allahumma hadzaa ‘Aliyyun akhi wabna ‘ammiy falaa tadzarniy wahdan wa ‘alaika tawakkaltu!”
“Ya ALLAH, ini Ali saudaraku, putra pamanku. Jangan engkau biarkan aku seorang diri tanpa dia. Hanya kepada-Mu-lah aku bertawakkal”
Ali bin Abi Thalib berlari mendatangi Amr bin Abda Wudd. Mereka berhadap-hadapan.
“Siapa kamu anak muda ?” tanya Amr dengan suara khasnya yang berat.
“Aku Ali putra Abi Thalib!” jawab Ali bin Abi Thalib tegas.
“O, ternyata kau putra Abi Thalib. Sebaiknya kau kembali ke pasukanmu. Aku tidak tega membunuhmu.”
“Wahai Amr, engkau telah berjanji kepada Tuhan bahwa tidak ada seorang Quraisy yang memberimu dua pilihan tanpa engkau pilih salah satunya.” Suara Ali bin Abi Thalib terdengar bening.
“Betul!” jawab Amr, ”Pilihan apa itu?”
“Aku menyerumu untuk menerima Islam dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya!”
“Aku tidak mau!” tegas Amr sambil tersenyum sinis
“Kalau begitu kita bertarung!” kata Ali bin Abi Thalib
“Kembalilah, aku dan ayahmu bersahabat baik, dan aku pun enggan membunuhmu!”
“Demi Allah, sebaliknya aku tidak enggan membunuhmu!” jawab Ali bin Abi Thalib tegas dan jelas.
Mendengar kata-kata Ali bin Abi Thalib terakhir ini, Amr menjadi murka.
“Engkau ingin membunuhku?” Amr maju mendekati Ali bin Abi Thalib dengan pedangnya yang terhunus. Amr masih menganggap enteng Ali bin Abi Thalib yang dianggapnya masih terlalu muda untuk berhadapan dengannya yang sudah sangat berpengalaman dalam bertempur.
Ali bin Abi Thalib mencabut pedang Dzulfiqar.

Tidak lama setelah itu mereka berduel. Debu mengepul.

Beberapa lama setelah itu terdengar seruan Allahu Akbar, dan tampak tubuh Amr bin Abda Wudd tewas tersungkur. Melihat kemenangan berada di tangan Ali bin Abi Thalib seluruh kaum Muslim bersorak sorai dan meneriakkan takbir, ”Allahu Akbar!!!”
Wajah Rasulullah saw berseri-seri melihat keberhasilan Ali bin Abi Thalib memenangkan pertarungan. Setelah bersujud syukur di atas tanah, beliau berucap, ”Laa saifa illa Dzulfiqar wa laa fataa illa ‘Ali!!!” “Tidak ada pedang kecuali pedang Dzulfiqar dan tidak ada pemuda segagah Ali!”
Filosof Muslim terkemuka, Ibn Sina, mengatakan,”Sayyidina Ali dan Al-Qur’an merupakan dua mukjizat Muhammad Rasulullah Saw!”
Laa hawla wa laa quwwata illa billah
(Sumber : Kitab al-Irshad Li Mufid; Hamid Al-Husaini, Imam al-Muhtadin; Haekal, Sejarah Muhammad)
Catatan kaki :
1. Di dalam kitab-kitab Sejarah Islam manapun, kisah pertarungan dahsyat ini direkam oleh banyak sejarawan Muslim
Di antaranya adalah Haekal yang menulis :
“Berita keberangkatan mereka ini sampai juga kepada Muhammad dan kaum Muslimin di Madinah. Mereka merasa gentar. Ya, sekarang seluruh kabilah Arab sudah bersatu sepakat hendak menumpas dan memusnahkan mereka, sudah datang dengan perlengkapan dan jumlah manusia yang besar, suatu hal yang dalam sejarah peperangan Arab secara keseluruhannya belum pernah terjadi.
Apabila dalam perang Uhud Quraisy telah mendapat kemenangan atas mereka, ketika mereka keluar menyongsong keluar Madinah, padahal baik jumlah perlengkapan maupun jumlah manusia jauh di bawah pasukan sekutu ini, apalagi yang dapat dilakukan kaum Muslimin sekarang dalam menghadapi jumlah pasukan yang terdiri dari beribu-ribu rnanusia itu – barisan berkuda, unta, persenjataan serta perlengkapan lainnya?!
(M.H. Haekal, Sejarah Muhammad, Bab 18. Perang Khandaq Bani Quraizha)
wallahu’ala bishowab
Baca juga :
- Nu’aim bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu: Ksatria yang Tanggap lagi Cerdik
- Kisah-syaifuddin-quthuz-pahlawan-ain-jaluth
- Sejarah-raja-namrud-dan-pertemuannya-bersama-nabi-ibrahim
Discussion about this post