
Foto: Ian Aiken/Elderberry Observatory/Sunderland/U
Dalam artikel Republika.co.id, Benarkah Wabah Corona Berakhir Saat Bintang Tsurayya Terbit?
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nur Hasan Murtiaji, Wartawan Republika/Alumni Astronomi ITB
Beberapa hari terakhir ramai dibicarakan di sejumlah platform media sosial mengenai bintang Tsurayya. Bermula dari adanya rekaman video seorang dai yang beredar di grup whatsapp maupun platform media sosial lainnya.
Ustaz tersebut menyatakan, “Banyak orang bertanya-tanya, kapan virus corona ini berakhir? Jawabannya disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya.” Rasulullah SAW menjawab yang kemudian ustaz tersebut mengartikan hadis itu berikut, “Apabila suatu saat nanti muncul bintang, di suatu pagi, pada pagi hari, maka akan diangkatlah segala macam wabah.”
Kemudian, ustaz tersebut menafsirkan wabah dalam hadis itu dengan virus corona. Dia menukil dari Syekh Ahmad bin Abdurrahman al-Banna as-Sa’ati, pengarang kitab al-Fath ar-Rabbani, bahwa yang dimaksud dengan bintang dalam hadis ini adalah bintang ats-Tsurayya.
Dia juga menukil dari Imam Ibnu al-Malaqqin bahwa bintang ini akan muncul pada awal Mei. Terakhir, ustaz berharap wabah ini berakhir pada Mei. Saat itulah segala macam wabah penyakit menular akan hilang dari alam dunia ini.
Lalu, apa sebenarnya bintang Tsurayya itu? Tsurayya adalah nama Arab untuk gugusan bintang Pleiades. Jika Pleiades adalah nama lain Tsurayya dalam mitologi Yunani, di Persia dikenal sebagai Sorayya, di Babilonia sebagai Mul-mul, di India dengan nama Krittika, di Cina sebagai Mao, di Jepang disebut Subaru, maka di Indonesia di antaranya dengan nama Tujuh Bersaudari.
Gugus bintang atau klaster Pleiades ini berisikan setidaknya 800 bintang yang berjarak 410 tahun cahaya dari bumi. Tahun cahaya merupakan satuan jarak.
Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya yang bergerak melewati ruang hampa udara dengan kecepatan 300 ribu kilometer per detik selama satu tahun. Artinya, satu tahun cahaya ini setara dengan 9,46×10^12 kilometer. Angka 9,46 diikuti di belakangnya dengan angka nol sebanyak 12.
Gambaran simpelnya, jarak bumi ke bulan 1,3 detik cahaya, ke matahari 8,3 menit cahaya, ke Pluto 5,3 jam cahaya, ke Proxima Centauri 4,3 tahun cahaya.
Artinya, jarak bumi ke gugus bintang Pleiades memakan waktu 410 tahun bila menggunakan wahana yang kecepatannya setara 300 ribu kilometer per detik. Satu detik mencapai jarak 300 ribu kilometer.
Pleiades merupakan contoh dari klaster bintang terbuka. Gugus bintang yang terbentuk, semuanya terlahir pada waktu yang sama dari kumpulan gas dan debu yang berukuran super raksasa.
Bintang paling terang di klaster ini bersinar biru panas yang terbentuk sekitar 100 miliar tahun lalu. Kecerlangannya yang tinggi membuatnya sangat terang dan cepat terbakar.
“Hanya beberapa ratus juta tahun sudah habis, lebih pendek usianya ketimbang matahari kita,” demikian dikutip dari Space.com.
Ada tujuh bintang paling terang dalam gugus ini. Mereka bernama Alcyone, Atlas, Electra, Merope, Taygete, Pleione, dan Maia. Alcyone merupakan bintang paling terang. Ukuran bintang tersebut rata-rata lebih kecil dari matahari di tata surya kita.
Galileo Galilei adalah astronom pertama yang mengamati Pleiades melalui teleskop. Dia mempublikasikan pengamatannya pada Maret 1610 dengan menyebut Pleiades berisi 36 bintang.
Menurut Judhistira Aria Utama dari Laboratorium Bumi dan Antariksa Departemen Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), gugus bintang Pleiades ini berada di arah rasi Taurus.
“Bila Tsurayya yang dimaksud itu adalah Pleiades, maka gugus bintang ini berada di horison timur Jakarta pada saat fajar shadiq yang menandai awal waktu Subuh pada 9 Juni 2020, sebelum terbitnya matahari,” kata Aria kepada Republika, beberapa waktu lalu. “Keesokan harinya, pada waktu yang sama, posisinya akan semakin meninggi.”
Selain Lintang Wuluh, Pleiades di masyarakat Nusantara juga disebut Lintang Kartika atau Tujuh Putri. Lintang Kartika ini menjadi penanda pergantian musim.
Masyarakat agraris Nusantara, kata Aria, punya cara sendiri dalam menentukan awal masa tanam. Pada masa tertentu pascaterbenamnya matahari, mereka akan keluar rumah menghadap arah timur untuk mencari lokasi bersemayamnya gugus bintang Lintang Kartika ini.
Kapankah awal masa tanam yang ditandai dengan posisi Tujuh Putri ini pada ketinggian sekitar 45 derajat dari cakrawala? Perhitungan astronomis dengan perangkat trigonometri sferis yang bersandar pada informasi ketinggian objek pengamatan, koordinat ekuatorialnya, dan lokasi pengamat, ungkap Aria, didapati masa awal tanam musim bertepatan dengan akhir dari dasarian pertama pada awal Januari.
Berselang lima bulan berikutnya, ketika Tujuh Putri berada di kaki langit sebelah timur sebelum terbitnya matahari, adalah masa panen. Ini bertepatan dengan tanggal 10 Juni.
“Momentum ini terjadi pada bulan ke-12 penanggalan pranatamangsa. Suku Batak mengenal penanggalan serupa dengan nama porhalaan, di Bali sebagai wariga, dan kertamangsa di Sunda,” kata Aria.
Bulan ke-12 dan pertama penanggalan ini, keduanya disebut sebagai mangsa terang, yang diapit dua bulan yang kontras. Yakni, bulan ke-11 adalah mangsa panen dan bulan kedua mangsa paceklik. “Ketika matahari hampir tiba kembali di posisi paling utara di bola langit yang jatuh pada 21-22 Juni, menjadi awal bulan pertama penanggalan pertanian ini,” jelasnya.
Astronom ITB Moedji Raharto menjelaskan, Pleiades berada di dekat rasi Orion atau ada yang menyebutnya sebagai bintang Waluku. “Rasi di arah bintang ini cukup gamblang dilihat dengan mata sebagai indikator pertanian,” kata Moedji.
Bila Tsurayya yang dimaksud adalah Pleiades, maka kemunculannya secara astronomi terjadi pada awal Juni. Hendro Setyanto dari pengelola observatorium wisata Imah Noong di Lembang, Bandung, mengatakan, Pleiades terbit pada pagi hari awal Juni di ufuk timur. “Kalau sudah muncul mendekati puncak musim kering. Jadi terkait dengan pertanian,” katanya.
Lalu apa yang dimaksud terbitnya bintang dalam kacamata ilmu hadis? Pengajar di STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang Ustaz Yendri Junaidi menjelaskan, Imam ath-Thahawi dalam kitab Syarah Musykil al-Atsar memaparkan, yang dimaksud dengan bintang dalam hadis ini adalah ats-Tsurayya.
Kalender orang-orang Mesir kuno menyebut Tsurayya ini muncul pada bulan Basyans. Bulan Basyans menurut kalender orang-orang Suryani yang dijadikan acuan masyarakat Irak adalah bulan Ayar. Bulan ini dalam kalender Masehi adalah Mei.
Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani setelah mensyarah hadis di awal tulisan ini mengatakan, yang menjadi patokan sebenarnya adalah masak atau matangnya buah-buahan. Adapun munculnya bintang hanyalah pertanda saja.
Hal yang sama diaminkan Syekh Ahmad as-Sa’ati dalam al-Fath ar-Rabbani. Menurut Yendri, fokus dalam hadis ini adalah penegasan bahwa buah-buahan yang masih di batangnya tidak boleh dijual hingga terlihat dan terbukti sudah matang. Baik matangnya itu ditandai warnanya yang sudah merah maupun terbitnya bintang di langit.
“Saya lebih cenderung mengartikan kata bintang dalam hadis itu dengan tumbuh-tumbuhan atau buah-buahan, bukan bintang. Sehingga arti dari kalamat terbitlah bintang adalah sampai muncul buahnya,” kata Yendri yang merupakan alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo ini.
Kendati berbeda pendapat mengenai arti terbitnya bintang, Yendri sependapat jika masyarakat berharap dan optimistis wabah ini segera diangkat. Apalagi di tengah berseliwerannya beragam informasi yang memunculkan rasa takut.
Namun, yang dia khawatirkan ketika masyarakat percaya pada tafsir hadis bahwa pada Mei virus akan lenyap. Padahal, tafsir mengenai “hingga terbitnya bintang” itu bukan berarti lenyapnya virus corona, tapi wabah pada tanaman.
“Betulkah hadis yang disampaikan itu terkait virus corona? Tepatkah langkah sang ustaz memberikan optimistis dan harapan berdasarkan hadis yang dipahaminya sendiri secara tergesa-gesa?” tulis Yendri dalam laman Facebook-nya.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia KH Asrorun Niam Sholeh menyebut terbitnya bintang Tsurayya lebih menjadi penanda pergantian musim. Bahkan, di sejumlah hadis lain mengenai kemunculan Tsurayya, ungkapnya, bercerita soal hama dan buah-buahan.
“Akan tetapi, karena sifatnya umum, ya semoga saja benar adanya (virus lenyap pada Mei). Dengan ikhtiar kita bersama, wabah bisa segera berakhir,” kata Asrorun.
Sumber pertama :
- Republika, Benarkah Wabah Corona Berakhir Saat Bintang Tsurayya Terbit? https://republika.co.id/berita/q8r0tn440/benarkah-wabah-corona-berakhir-saat-bintang-tsurayya-terbit
- hadits terkait mitologi pertanda bintang-bintang dengan wabah yang diberikan Allah. عَنْ عَسَلٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ قَالَ: ” مَا طَلَعَ النَّجْمُ غَدَاةً قَطُّ وَبِقَوْمٍ أَوْ بِقَرْيَةٍ عَاهَةٌ، إِلا خَفَّتْ أَوِ ارْتَفَعَتْ عَنْهُمْ “، فَقُلْتُ: عَمَّنْ هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟، قَالَ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ . “Dari Isl dari Atho bin Abi Rabah, bahwasanya dia berkata: Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum atau sebuah kampung ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diringankan atau diangkat dari mereka.” Maka aku (Isl) bertanya: Dari siapakah ini wahai Aba Muhammad (Atho)? Dia menjawab: “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw.” (Riwayat Ibnu Thahman dalam Masyikhokhnya 196).
- Riwayat Imam Thabrani dalam Mu’jam Ausath 1305 dengan redaksi, مَا طَلَعَ النَّجْمُ صَبَاحًا قَطُّ، وَبِقَوْمٍ عَاهَةٌ إِلا رُفِعَتْ عَنْهُمْ . “Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat dari mereka.”
- https://www.jatimtimes.com/baca/212581/20200412/104700/sesuai-hadis-insya-allah-covid-19-berakhir-mei-awal-musim-panas
- https://alif.id/read/moch-nur-ichwan/meramal-akhir-covid-19-dengan-memanipulasi-hadis-nabi-b227823p/
- https://techno.okezone.com/read/2020/04/15/56/2199446/mengenal-bintang-tsurayya-yang-disebut-tanda-berakhirnya-pandemi-covid-19
- https://muslim.okezone.com/read/2020/04/14/614/2199165/bintang-tsurayya-muncul-tanda-tanda-wabah-corona-berakhir
Dalam artikel Hidayatullah.com, Munculnya Bintang Tsurayya Tanda Diangkatnya Wabah, Benarkah?
Hidayatullah.com | HARI-hari ini masyarakat dunia tengah menghadapi wabah corona (COVID-19). Pembahasan terbanyak setiap hari saat ini adalah masalah corona. Termasuk pembasan masalah tanda-tanda Bintang Tsurayya, yang sering menjadi mitologi.
Untuk itu saya ingin menukil beberapa hadits terkait mitologi pertanda bintang-bintang dengan wabah yang diberikan Allah.
عَنْ عَسَلٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ قَالَ: ” مَا طَلَعَ النَّجْمُ غَدَاةً قَطُّ وَبِقَوْمٍ أَوْ بِقَرْيَةٍ عَاهَةٌ، إِلا خَفَّتْ أَوِ ارْتَفَعَتْ عَنْهُمْ “، فَقُلْتُ: عَمَّنْ هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟، قَالَ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
“Dari Isl dari Atho bin Abi Rabah, bahwasanya dia berkata: Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum atau sebuah kampung ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diringankan atau diangkat dari mereka.” Maka aku (Isl) bertanya: Dari siapakah ini wahai Aba Muhammad (Atho)? Dia menjawab: “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw.” (Riwayat Ibnu Thahman dalam Masyikhokhnya 196).
Riwayat Imam Thabrani dalam Mu’jam Ausath 1305 dengan redaksi,
مَا طَلَعَ النَّجْمُ صَبَاحًا قَطُّ، وَبِقَوْمٍ عَاهَةٌ إِلا رُفِعَتْ عَنْهُمْ
“Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat dari mereka.”
Kalimat qaum, qoryah, ahat bentuknya nakirah dan menunjukan makna umum .
Riwayat Imam al Bazzar dalam Kasyful Astar 1289 dll,
مَا طَلَعَ النَّجْمُ قَطُّ، وَفِي الأَرْضِ مِنَ الْعَاهَةِ شَيْءٌ إِلا رُفِعَ
“Tidaklah terbit bintang sedangkan dibumi ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat.”
Dalam musnad Imam Abi Hanifah menurut riwayat Ibnu Ya’qub 2, dgn redaksi:
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ ارْتفَعَتِ الْعَاهَة عَنْ أَهْلِ كُلِّ بَلَدة
“Apabila terbit bintang, (pasti) terangkatlah penyakit dari penduduk setiap negeri.”
Redaksi riwayat Ibnu Abdil Barri dalam Itsaratul Fawa’id 181:
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ
“Apabila terbit bintang, (pasti) diangkatlah penyakit dari setiap negeri.”
Sedangkan dalam musnad Imam Abu Hanifah menurut riwayat Abu Nuaem 1/137 dengan redaksi;
إِذَا طَلَعَتِ الثُّرَيَّا غُدْوَةً ارْتَفَعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ
“Apabila terbit bintang Tsurayya, (pasti) terangkatlah penyakit dari setiap negeri.”
Riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya 8611 dengan redaksi;
إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ ذَا صَبَاحٍ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ
“Apabila terbit bintang pada suatu pagi, (pasti) diangkatlah penyakit.”
Al Hafidz Ibnu Hajar menyebut-nyebut dalam fathul bari redaksi riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah,
إذا طلع النجم صباحًا رفعت العاهة عن كل بلد
“Apabila terbit bintang di pagi hari, (pasti) diangkatlah penyakit dari setiap negeri.”
Namun tidak dijumpai dalam Sunan Abu Dawud, mungkin ini wahm saja dari beliau.
Secara sanad, hadits dengan redaksi yang disebutkan diatas tidak ada yang shahih sebab semuanya melalui rawi bernama ‘Isl bin Abi Sufyan atau Imam Abu Hanifah. Keduanya dlo’iful hadits menurut ulama ahlun-naqdi.
Secaca matan, hadits-hadits diatas tidak berdiri sendiri, kemuthlaqannya harus disesuaikan hadits-hadits yg shahih sehingga tidak menimbulkan salah paham terhadap pesan yg disampaikan seperti dilakukan sebagian orang dengan mengaitkannya kepada isu wabah corona segala. Perhatikan hadits-hadits shahih yang dimaksud;
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ النَّخْلِ حَتَّى يَزْهُوَ وَعَنْ السُّنْبُلِ حَتَّى يَبْيَضَّ وَيَأْمَنَ الْعَاهَةَ نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُشْتَرِيَ
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah ﷺ melarang menjual kurma hingga tampak buahnya dan bijian sampai mengeras (tampak matangnya) dan terbebas dari kerusakan/hama, beliau melarang kepada penjual dan pembeli.” (HR. Muslim dll)
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبِيعُوا ثِمَارَكُمْ حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُهَا وَتَنْجُوَ مِنْ الْعَاهَةِ
“Dari Aisyah dari Nabi ﷺ bersabda: “Janganlah kalian menjual buah-buahan hingga tampak kelayakannya dan selamat dari hama.” (HR. Ahmad 23271)
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُرَاقَةَ قَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عُمَرَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ فَقَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى تَذْهَبَ الْعَاهَةُ قُلْتُ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ حَتَّى تَطْلُعَ الثُّرَيَّا
“Dari Utsman bin Abdullah bin Suraqah ia berkata: “Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang menjual buah-buahan (yang masih muda). Ibnu Umar lalu menjawab, “Rasulullah ﷺ melarang menjual buah-buahan hingga penyakitnya hilang.” Aku tanyakan, “Kapan itu?” Ia menjawab, “Hingga terbit sekumpulan bintang-bintang .” (HR. Ahmad 5200)
Berdasarkan 3 hadits sahih diatas:
- Hama yang dimaksud oleh Nabi ﷺ adalah hama buah-buahan/kerusakan. Tentu bukan virus korona karena (sepertinya) virus korona tidak menyerang buah-buahan (Allahu A’lam)
- Munculnya bintang tsurayya menjadi pertanda musim panas di Hijaz dan seiring dengannya, buah-buahan disana matang dan bersih dari hama. al Hafidz Ibnu Hajar dalam fathul bari memberi keterangan,
وَالنَّجْمُ هُوَ الثُّرَيَّا وَطُلُوعُهَا صَبَاحًا يَقَعُ فِي أَوَّلِ فَصْلِ الصَّيْفِ وَذَلِكَ عِنْدَ اشْتِدَادِ الْحَرِّ فِي بِلَادِ الْحِجَازِ وَابْتِدَاءِ نُضْجِ الثِّمَارِ فَالْمُعْتَبَرُ فِي الْحَقِيقَةِ النُّضْجُ وَطُلُوعُ النَّجْمِ عَلَامَةٌ لَهُ (فتح الباري لابن حجر4/ 395
- Yang mengatakan bahwa munculnya Tsurayya sebagai pertanda hilangnya hama buah-buahan (dlohirnya) bukanlan Nabi ﷺ melainkan Ibnu Umar ra. Beliau mengetahui itu dari kebiasaan yang terjadi di Hijaz.
- Disebutkan Ibnu Abdil Barri, menurut para ahli bahwa kemunculan bintang tsurayya terjadi 12 hari berlalu dari bulai Mei (lihat al istidzkar 6/306), Ini menunjukan khusus daerah Hijaz dan sekitarnya. Oleh karena bumi bulat, bintang tsurayya tidak muncul bersamaan disetiap negara, musim pun berbeda-beda antara negeri satu dengan lainnya.
Dengan demikian, yang menjadi pesan universal ketiga hadits di atas adalah petunjuk untuk menghindari gharar dalam jual beli buah-buahan dan hasil pertanian. Bukan, sebagai penetapan jaminan diangkatnya wabah hama dengan munculnya bintang tsurayya, apalagi dikait-kaitkan pandemi corona di setiap negara, meskipun hal itu menjadi harapan kita saat ini. Allahu A’lam.*
*Pengajar di Pesantren Persis 73 Pasirwangi Garut
Rep: Insan Kamil, Editor: Insan Kamil
Sumber kedua :
- Hidayatullah, Munculnya Bintang Tsurayya Tanda Diangkatnya Wabah, Benarkah? https://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2020/04/08/181253/munculnya-bintang-tsurayya-tanda-diangkatnya-wabah-benarkah.html
- hadits terkait mitologi pertanda bintang-bintang dengan wabah yang diberikan Allah. عَنْ عَسَلٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ قَالَ: ” مَا طَلَعَ النَّجْمُ غَدَاةً قَطُّ وَبِقَوْمٍ أَوْ بِقَرْيَةٍ عَاهَةٌ، إِلا خَفَّتْ أَوِ ارْتَفَعَتْ عَنْهُمْ “، فَقُلْتُ: عَمَّنْ هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟، قَالَ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ . “Dari Isl dari Atho bin Abi Rabah, bahwasanya dia berkata: Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum atau sebuah kampung ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diringankan atau diangkat dari mereka.” Maka aku (Isl) bertanya: Dari siapakah ini wahai Aba Muhammad (Atho)? Dia menjawab: “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw.” (Riwayat Ibnu Thahman dalam Masyikhokhnya 196).
- Riwayat Imam Thabrani dalam Mu’jam Ausath 1305 dengan redaksi, مَا طَلَعَ النَّجْمُ صَبَاحًا قَطُّ، وَبِقَوْمٍ عَاهَةٌ إِلا رُفِعَتْ عَنْهُمْ . “Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat dari mereka.”
- https://www.jatimtimes.com/baca/212581/20200412/104700/sesuai-hadis-insya-allah-covid-19-berakhir-mei-awal-musim-panas
- https://alif.id/read/moch-nur-ichwan/meramal-akhir-covid-19-dengan-memanipulasi-hadis-nabi-b227823p/
- https://techno.okezone.com/read/2020/04/15/56/2199446/mengenal-bintang-tsurayya-yang-disebut-tanda-berakhirnya-pandemi-covid-19
- https://muslim.okezone.com/read/2020/04/14/614/2199165/bintang-tsurayya-muncul-tanda-tanda-wabah-corona-berakhir
Berbeda lagi dengan sumber lainnya yakni alif.id oleh Moch Nur Ichwan : Meramal Akhir Covid-19 dengan (Memanipulasi) Hadis Nabi
“Banyak orang bertanya-tanya, kapan wabah ini, virus corona ini berakhir. Jawabannya disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya ‘Musnad’, kumpulan kompilasi hadis-hadis Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab: ‘Idza thala’a al-najmu dza shabahin rufi’at al-‘ahadu’ (sic!, penceramah menyebut kata al-‘ahadu berkali-kali, bukan al-‘ahatu/al’ahah), apabila suatu saat nanti muncul bintang di satu pagi, pada pagi hari, maka akan diangkatlah segala macam wabah, virus, yang menular, yang memakan korban secara massal….”
Lalu dia menjelaskan dengan mengutip pendapat Syaikh Ahmad Abdurrahman al-Banna’ al-Sa’ati dalam kitabnya “Al-Fath al-Rabbani Li Tartibi Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal al-Syaibani,” bahwa yang dimaksudkan dengan al-najmu (bintang) ini adalah bintang Tsurayya. Dengan merujuk kepada Imam ibnu Mulaqqin, bintang ini akan muncul pada permulaan bulan “Ayyar” (harusnya “Iyar”), yakni bulan Mei. (Catatan: Iyar adalah penanggalan Ibrani, yang biasanya jatuh pada bulan April-Mei).
Lalu dia mulai menghitung, “Ini bulan April. Mudah-mudahan orang yang pada mau pulang kampung, orang yang pada punya urusan, semuanya akan kembali normal kembali” pada bulan berikutnya, yakni Mei. Dia juga menambahkan, bahwa menurut Syaikh Al-Sa’ati, ini “rufi’at niha’iyyan, … diangkat secara total… Wabah penyakit menular akan hilang dari alam dunia ini.”
Selanjutnya dia berdoa mudah-mudahan “prediksi Rasulullah saw… yang berdasarkan wahyu” benar-benar membawa kegirangan dalam diri kita. Kemudian dia menambahkan pendapat Syaikh al-Sa’ati, bahwa “bala’ itu maksimal menimpa suatu negeri tidak lebih dari lima puluh hari.” Dan menurut Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani dan Imam Badruddin al-‘Aini, dalam Syarh Shahih Bukhari, “Wabah ini akan terangkat ‘inda-sytidadi al-harri fi awwali al-shaifi”, ketika masuk musim panas.” Semua bala akan Allah angkat. Ini yang dia sebut sebagai kabar gembira yang datang dari Rasulullah
Penjelasan penceramah dalam video tampak meyakinkan, apalagi didukung dengan jubah dan latar belakang kitab yang berjilid-jilid. Tetapi sebenarnya pemahamannya bermasalah secara mendasar.
Pertama, apakah benar penerjemahan kata al-‘anah dengan “wabah, virus, yang menular, yang memakan korban secara massal”? Hadis yang dia kutip disebut benar ada dalam Musnad Ahmad dalam Kitab Khalq al-Alam (Kitab Penciptaan Alam), Bab Ma Ja’a fi al-Syamsi wa l-qamari wa l-kawakib (bab tentang matahari, bulan dan bintang-bintang), dengan redaksi “Idza thala’a al-najmu dza shabahin rufi’at al-‘ahatu” (ketika bintang itu terbit maka dihilangkanlah al-‘ahah).
Penerjemahan al-‘ahah dengan wabah, virus, yang menular, yang memakan korban secara massal” adalah berlebihan dan tidak benar. Al-‘ahah dalam Mu’jam al-Wasith diartikan sebagai “bahaya atau penyakit yang menimpa tanaman dan ternak.” Tapi ada juga yang menambahkan manusia juga, dalam pengertian sakit pada bagian tubuh tertentu atau disabilitas fisik (ahadu a’dha’i al-insan) atau bahaya atau sakit yang tampak mata (Al-Mu’jam al-Ra’id, Al-Mu’jam al-Ghani).
Terkait ‘ahah yang mengenai ternak terdapat dalam hadis: “la yuridanna dzu ‘ahatin ‘ala mushihhin,” Janganlah sekali-kali mencampurkan unta yang menderita penyakit (dzu ‘ahah) dengan unta yang sehat.” (HR Muslim 2221 dan Abu Dawud 3411). Dalam hadis Bukhari (5775) dan Muslim (2221) disebutkan dengan redaksi sedikit berbeda, “La yuradu mumridhun ‘ala mushihhin,” janganlah mencampur unta yang sakit dengan unta yang sehat.
Di antara penyakit (‘ahah) unta yang eksplisit disebutkan adalah sakit kudis. ”Wahai Rasulullah, sekelompok unta berada di tengah padang pasir, kemudian masuk kedalamnya unta yang terkena kudis dan menular ke unta yang lain maka Rasulullah saw bersabda: ”lantas siapakah yang menularkan pertama kalinya? (HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama menjelaskan bahwa pertanyaan retoris Rasulullah itu untuk membantah keyakinan mereka tentang penularan natural, bahwa yang menularkan pertama kali adalah Allah. Dengan tanpa mengurangi keyakinan Allahlah penyebab pertama penyakit, pertanyaan Rasulullah ini sangat ilmiah, bahwa perlu dilacak penyebar penyakit sebelumnya, dan jika mungkin yang pertama menyebarkan. Teknologi ilmiah belum memungkinkan saat itu.
Kata ‘ahah dalam konteks tanaman, terutama buah-buahan, ada dalam hadis yang juga tercantum syarah al-Sa’ati. Syaikh al-Sa’ati mengutip hadis yang sedikit berbeda yang diriwayatkan Abu Dawud dari jalur Atha dari Abu Hurairah secara marfu’:
“Idza thala’a al-najmu shabahan rufi’at al-‘ahatu, apabila terbit bintang itu pada waktu pagi maka al-‘ahah akan terhapus
Tetapi, hadis itu tidak dipergunakan al-Sa’ati untuk menjelaskan wabah penyakit menular, sebagaimana penceramah itu, tetapi penyakit buah-buahan. Hadis ini dipergunaksn al-Sa’ati untuk mensyarahi hadis yang dalam Musnad Ahmad masuk dalam Bab al-Nahy ‘an Bay’ al-Tsamrati qabla Yabdu Shalahuha (Larangan Menjual Buah Sebelum Tampak Kualitas Baiknya). Bab tentang hukum dan etika jual beli! Begini hadisnya:
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw melarang penjualan buah-buahan, “hatta tabdu shalahuha, sampai tampak kualitas baiknya.” Ibnu Umar mengatakan, mereka (para Sahabat) bertanya, ‘Apa itu shalahuha (kualitas bagusnya)?’ Rasulullah menjawab, ‘Apabila hilang penyakitnya (‘ahatuha), dan jelas baik (thayyib)-nya.’”
Dalam hadis lain, Utsman bin Abdullah bin Suraqah bertanya kepada Ibnu Umar tentang penjualan buah yang berpenyakit, maka dia berkata: “Rasulullah melarang penjualan buah-buahan sehingga hilang penyakit (‘ahah)-nya. Saya bertanya, “Kapan itu?” Rasulullah berkata, “Sampai terbitnya bintang Tsurayya.” Mengapa Tsurayya?
Hadis yang terkait dengan bintang Tsurayya berkaitan dengan ‘ahah buah-buahan, sedangkan hadis yang terkait dengan ‘ahah hewan atau unta, tidak dikaitkan dengan terbitnya Tsurayya. Hanya disebutkan agar unta yang sakit tidak dicampur dengan unta yang sehat. Hadis tentang ‘ahah buah-buahan menjelaskan tentang fakta pada masa Rasulullah (abad ke-7 Masehi) di Hijaz, bahwa ada penyakit buah-buahan yang kadang menyerang perkebunan pada musim dingin, tetapi akan hilang pada awal musim panas.
Ini dikuatkan oleh informasi yang sebenarnya disebutkan dalam syarah al-Sa’ati juga, bahwa munculnya bintang Tsurayya pada awal shaif (musim panas) itu tanda saja bagi memuncaknya panas di tanah Hijaz (isytidati al-harr fi bilad al-Hijaz) dan permulaan matangnya buah (ibtida’ nadhj al-tsamar). Bukan karena Tsurayya maka panas bumi meningkat dan penyakit tumbuhan mati, apalagi ramalan. Bahkan Syaikh al-Sa’ati berpendapat bahwa saat itu buah-buahan ‘sudah matang’, bukan permulaan matang. Kalau dikembalikan kepada hadis tentang berjualan buah-buahan, maka ini sejalan dengan etika perdagangan, bahwa dilarang menjual barang yang mengandung ghurur (penipuan), misalnya mengandung penyakit atau masih belum matang.
Ada beberapa hadis tentang ‘ahah yang dikaitkan dengan manusia, seperti: “Sesungguhnya apabila Allah ta’ala menurunkan ‘ahah (penyakit) dari langit kepada penduduk bumi maka Allah menjauhkan penyakit itu dari orang-orang yang meramaikan masjid”. (HR. Ibnu Asakir dan Ibnu Adi). Atau: “Apabila Allah menghendaki ‘ahah (penyakit) pada suatu kaum, maka Allah melihat ahli masjid, lalu menjauhkan penyakit itu dari mereka.” (HR. Ibnu Adi, al-Dailami, dan al-Daraquthni) tetapi masuk dalam kategori hadis-hadis dhaif (lihat Mawsu’ah al-Ahadits wa al-Atsar al-Dha’ifah wa al-Mawdhu’ah). Di sini pun ‘ahah adalah penyakit umum, walau bisa menular
Kedua, apakah benar hadis ini adalah hadis prediksi (ramalan), sehingga dapat diterapkan untuk memprediksi kapan berakhirnya covid-19, yakni awal bulan Mei 2020?
Jawabnya tidak benar. Anggapan hadis ini sebagai ramalan telah gugur dengan fakta-fakta sejarah. Pendapat bahwa kalau bintang Turayya itu muncul “wabah, virus, yang menular, yang memakan korban secara massal” diangkat selamanya, dan bahkan dikatakan diangkat dari semua negeri secara total sekali bertentangan dengan fakta sejarah.
Sejarah telah menyaksikan wabah penyakit menular pada masa Umar bin Khattab wabah di Syam, yang korbannya puluhan ribu, termasuk di dalamnya beberapa sahabat senior. Bahkan wabah tha’un pada 357 H mencapai Mekkah. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, terjadi wabah besar di Mekkah pada saat musim haji. Banyak jamaah yang meninggal sebelum sampai Mekkah, sehingga sedikit yang dapat berhaji, dan dari yang sedikit ini, banyak yang meninggal setelah haji. Setelah itu masih terjadi wabah-wabah lain dengan korban yang besar juga, baik di dunia Arab maupun di luarnya, yang tidak perlu saya sebutkan di sini, karena sudah banyak ditulis akhir-akhir ini.
Berdasar pada hadis-hadis yang menggunakan kata ‘ahah, menjadi jelaslah bahwa istilah ini terkait dengan penyakit buah-buahan dan ternak yang memang bisa menular, tetapi bukan dalam pengertian wabah penyakit yang mematikan. Dalam hadis tentang buah-buahan, ‘ahah itu semacam wereng (serangga dengan ukuran sebutir beras), dan terkait hewan, penyakit kudis pun disebut sebagai ‘ahah. Kalau ‘ahah dalam konteks manusia terkait dengan penyakit secara umum, walau bisa menular. Sementara itu, untuk wabah berbahaya yang meluas, Rasulullah menggunakan kata waba’ (asal kata wabah dalam bahasa Indonesia) dan tha’un.
Tentu kita berharap wabah Covid-19 ini segera berakhir, namun menganggap hadis tentang terbitnya bintang Tsurayya sebagai ramalan berakhirnya Covid-19 pada bulan Mei merupakan pemahaman yang mengada-ada, manipulatif terhadap hadis Nabi. Wallahu a’lam bi sh-shawab.
Penulis : Moch Nur Ichwan
Bekerja di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pendidikan S3 diselesaikan di Tilburg University, S2 di Leiden University, dan S1 di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah belajar juga di Pondok Pesantren Darul Hikam Joresan, Ponorogo, Jawa Timur.
Yogyakarta, 10/04/2020
Sumber ketiga
- Meramal Akhir Covid-19 dengan (Memanipulasi) Hadis Nabi https://alif.id/read/moch-nur-ichwan/meramal-akhir-covid-19-dengan-memanipulasi-hadis-nabi-b227823p/
- https://techno.okezone.com/read/2020/04/15/56/2199446/mengenal-bintang-tsurayya-yang-disebut-tanda-berakhirnya-pandemi-covid-19
- https://muslim.okezone.com/read/2020/04/14/614/2199165/bintang-tsurayya-muncul-tanda-tanda-wabah-corona-berakhir
- Republika, Benarkah Wabah Corona Berakhir Saat Bintang Tsurayya Terbit? https://republika.co.id/berita/q8r0tn440/benarkah-wabah-corona-berakhir-saat-bintang-tsurayya-terbit
- Hidayatullah, Munculnya Bintang Tsurayya Tanda Diangkatnya Wabah, Benarkah? https://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2020/04/08/181253/munculnya-bintang-tsurayya-tanda-diangkatnya-wabah-benarkah.html
- hadits terkait pertanda bintang-bintang dengan wabah yang diberikan Allah. عَنْ عَسَلٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، أَنَّهُ قَالَ: ” مَا طَلَعَ النَّجْمُ غَدَاةً قَطُّ وَبِقَوْمٍ أَوْ بِقَرْيَةٍ عَاهَةٌ، إِلا خَفَّتْ أَوِ ارْتَفَعَتْ عَنْهُمْ “، فَقُلْتُ: عَمَّنْ هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟، قَالَ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ . “Dari Isl dari Atho bin Abi Rabah, bahwasanya dia berkata: Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum atau sebuah kampung ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diringankan atau diangkat dari mereka.” Maka aku (Isl) bertanya: Dari siapakah ini wahai Aba Muhammad (Atho)? Dia menjawab: “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw.” (Riwayat Ibnu Thahman dalam Masyikhokhnya 196).
- Riwayat Imam Thabrani dalam Mu’jam Ausath 1305 dengan redaksi, مَا طَلَعَ النَّجْمُ صَبَاحًا قَطُّ، وَبِقَوْمٍ عَاهَةٌ إِلا رُفِعَتْ عَنْهُمْ . “Tidaklah terbit bintang dipagi hari sama sekali sedangkan suatu kaum ditimpa penyakit (wabah), kecuali pasti wabah itu diangkat dari mereka.”
Dari beberapa sumber artikel diatas, apapun persepsi pendapat serta ikhtiar peneliti juga kita sebagai manusia yang banyak salah & dosa nya, mari kita semua bersama berdoa kepada ALLAH SWT untuk bersama memohon AMPUN, memohon RAHMAT, memohon RIDHONYA, agar semua musibah wabah ini segera berakhir di bumi ini dan khususnya dinegara kita indonesia sehingga kita semua dapat kembali hidup UNTUK LEBIH BAIK LAGI dalam urusan dunia dan akherat, dan semakin banyak bersyukur kepadaNYA, tidak lupa kita juga bersama sama BERIKHTIAR BERUSAHA Optimis mengikuti ANJURAN Ahlinya dalam hal ini kita sebagai warga negara di indonesia tetap bijak, DISIPLIN DIRI, berusaha mengikuti Anjuran Fatwa Ulama Ulil Amri kita serta pemerintah, Dinas Kesehatan dan pejuang team medis lainnya. INSYA ALLAH.
- “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).
- “Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui,“ (QS. Al-Baqarah: 216)
- “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu,” (QS. As Syura: 30)
wallahu’alam bishowab
Discussion about this post