Kisah Nyata, Setiap hamba manusia memiliki tingkat ujian cobaan yang berbeda beda sesuai kadar keimanan dan kesangguannya, Surah Al Baqoroh 286, Simak salah satu kisahnya
Aku laki-laki, tapi sekarang merasa bukanlah lelaki.
Sebagai pencari nafkah bebanku menggunung, hari-hari terkejar kebutuhan yang makin sulit didapat.
“Abang keluarlah lagi, kerja apa kek. Kasian anak-anak buka puasa nanti masa cuma minum?”
Baru saja aku pulang, belum panas pantat duduk istri sudah suruh keluar lagi. Kasihan dia, pastilah bingung, di rumah cuma ada beras sisa dua liter. Isi kulkas sudah kosong, terakhir isinya dimakan saat sahur tadi.
Gas pun habis. Yang ada hanya utang di warung makin nambah. Lengkaplah semua kebingungan.
Andai jadi wanita mungkin akan tetap tinggal di rumah mendoakan saja. Ini aku, apa pun caranya harus kudu wajib dapat duit!
Ah, terasa betapa lemahnya aku jadi lelaki ….
Sudah delapan bulan di-PHK, sempat kerja serabutan ikut teman jadi kuli panggul barang di pasar, terakhir gabung di gojek. Namun, efek Covid 19 semua harus terhenti.
Penghasilan hari-hari sudah tidak ada lagi.
“Apa gak ada receh gitu, Dek. Di saku apa di kaleng celengan anak-anak?”
Bukannya tak mau keluar lagi. Aku sudah keluar dari pagi curi-curi tempat menunggu penumpang, sambil was-was kalau ada petugas yang razia. Tetap nihil, yang ada bensin mau habis. Pun liur ini sudah terasa pahit. Sepertinya fisikku sedang kurang fit, mungkin efek pening mikir masalah cari duit.
“Tidak ada Abang. Kalau ada juga sudah dari tadi Mala ke warung. Cuma dapet ini.” Istriku itu perlihatkan koin 100 rupiah di genggaman.
Wajahnya tersirat putus asa. Kutatap dia iba. Untuuung wanitaku ini orangnya sabar, kalau tidak? Entahlah.
Jam sudah menunjuk arah setengah satu. Masih ada waktu 5 jam ….
“Iyalah Abang keluar lagi.”
Aku bangkit, pasang masker, sarung tangan, helm. Langkah gontai kembali keluar rumah.
Tengah hari begini jalanan makin sepi, hanya ada satu dua kendaraan lewat, itupun jarang. Kunyalakan motor, bensin sudah menunjuk garis merah, kalau aku jauh-jauh bakal tidak bisa pulang nanti.
Kuparkirkan motor di halaman masjid sekitar satu kilometer dari rumah. Awalnya duduk saja di selasar, bersandar di tembok menerawang dalam pikiran hampa.
Selain ngojek harus ke mana, kerja apa? Masih membingungkan. Minta tolong ke teman-teman mereka juga sedang kesulitan. Keseringan dibantu juga rasanya tidak enak.
Tiba -tiba ada panggilan hati untuk masuk, siapa tahu di dalam pikiran lebih adem, dapat jalan keluar. Siapa tahu Allah kasih jawaban segera, aamiin.
Di dalam ada satu orang duduk bersila persis menghadap tempat imam. Sepertinya tengah khusyuk menunduk berdoa. Mungkin masalahnya sama denganku. Masalah duit.
Aku mengambil duduk di belakang, dekat tembok.
Allah … berikan hambamu ini pikiran terbuka, tunjukkan jalan rezeki untuk anak-anak hamba, kasihan mereka kalau sampai tidak makan ya Allah….
Sampai jam menunjuk angka dua, pikiranku masih blank. Sekilas pandangan jatuh pada kotak amal yang digembok tepat di dekatku. Uang kertas hampir penuh di dalamnya, ada lembar warna biru dan merah terasa melambai minta dijemput. Susah payah kutelan ludah.
Ambil satu lembar saja biru itu, enam orang anggota keluargaku akan kenyang nanti buka.
Astaghfirullah, kuatnya setan menggoda sampai aku hampir beranjak ke kotak kaca itu.
Berulang-ulang kuucap istighfar sambil menutup mata. Jangan sampai darah daging mereka tumbuh dari kerjaku yang tidak halal, ya Allah ….
“Bang.” Kubuka mata, lelaki muda bermata bersih menegurku dalam jarak semeter, pakai masker kain batik. Ini orang yang duduk di depan tadi.
“Abang gojek, ya?” Ia melihat jaket yang kupangku.
“Iya, Mas.”
“Sedang sepi ya, Bang?”
“Ya, gitulah, Mas. Orang pada di rumah.”
“Abang bisa nyetir?”
“Bisa. Kenapa, Mas? Ada kerjaan?” Aku sangat berharap ini jalan pekerjaan.
“Oh iya, kebetulan saya mau minta tolong, bisa?”
Alhamdulillah, kuusap wajah penuh syukur.
Mata rasanya seketika terang benderang.
“Bisa, bisa!” Kuangguk kepala yakin.
“Abang ikut saya, ya. Rumah di belakang,” katanya sembari berdiri. “Ayo, Bang.”
Aku bergegas mengikuti.
Rumah cukup besar dengan halaman seukuran rumahku.
“Kita akan antar ini ke daerah Koja. Tadinya saya bingung, supir malah nekad pulang kampung. Dadakan dia baru bilang,” katanya terlihat senang bertemu aku.
Segera kubantu lelaki muda itu mengangkat 10 karung beras, puluhan pkotak yang sudah dilakban ke dalam Expander silver.
Sepanjang jalan, lelaki muda bernama Ridwan itu cerita punya nazar yang dikabulkan. Pantas saja wajahnya cerah, ia amat bersyukur istrinya bangun dari koma selama 3 tahun, setelah melahirkan anak pertama mereka. Ia juga pernah kecelakaan fatal sampai membuatnya takut nyetir.
Berat juga masalahnya.
Ternyata punya banyak uang dan rumah bagus tak jua lepas dari masalah hidup.
Tiga Panti Asuhan di Koja mendapat bantuan berupa barang juga uang dalam amplop.
“Begitulah, Bang. Selalu ada ujian untuk kesabaran. Ceramah Ustaz di masjid tiap subuh itu yang kuatkan saya,” ceritanya mengalir lagi di perjalanan kami pulang.
Ia berbagi cerita lagi tentang ujian yang menimpa rumah tangganya sejak awal menikah. Imanlah yang menguatkannya.
Kesabaran luar biasa.
Aku? Punya anak banyak sehat-sehat, istri sabar, hanya diuji dengan ketiadaan uang sudah bingung, hampir putus asa, malah sempat berpikir mencuri.
Ah, malunya aku ya Allah.
Dia lebih muda, tapi lebih dewasa dariku memandang hidup.
“Abang mau nggak jadi supir pribadi saya?”
Bagai disiram air sejuk aku mendapat nikmat berlipat sore ini.
Pulang dengan senyum lebar, bawa serantang makanan dari mas Ridwan, sembako, upah dua lembar uang merah, dan pekerjaan baru.
Benar-benar rezeki tak terduga.
Alhamdulillah, mendekatkan diri berserah memohon pada-Nya ternyata pilihan terbaik tadi.
Ini akan jadi awal jalanku meraih kemenangan. Belajar lagi sabar, belajar lagi melawan nafsu diri dan berbaik sangka pada-Nya.
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Semua perkara (yang menimpanya) adalah kebaikan baginya dan tidaklah hal ini terjadi kecuali hanya pada diri seorang mukmin. Jika dia mendapat kebahagiaan dia bersyukur maka hal ini adalah baik baginya. Dan jika tertimpa musibah dia bersabar maka itu juga baik baginya.”
(HR. Muslim).
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ ۚ وَاعْفُ عَنَّا ۗ وَاغْفِرْ لَنَا ۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ ﴿البقرة : ۲۸۶
﴾ Transliterasi (ID): laa yukallifu allaahu nafsan illaa wus’ahaa lahaa maa kasabat wa’alayhaa maa iktasabat rabbanaa laa tu-aakhidznaa in nasiinaa aw akhtha/naa rabbanaa walaa tahmil ‘alaynaa ishran kamaa hamaltahu ‘alaa alladziina min qablinaa rabbanaa walaa tuhammilnaa maa laa thaaqata lanaa bihi wau’fu ‘annaa waighfir lanaa wairhamnaa anta mawlaanaa faunshurnaa ‘alaa alqawmi alkaafiriina
Terjemahan Indonesia: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Terkadang kita butuh kombinasi kecerdasan untuk berihktiar, tidak langsung untuk menyerah pada satu kondisi musim saja, khususnya kondisi covid19 sekarang ini, padahal bisa saja ini baru sebuah tantangan permulaan saja bagimu dan belum tentu bagi orang lain sama tingkat ujiannya, kita di anugrahkan ALLAH dengan Daya Pikir Akal Tenaga Ilham atau ke ahlian kita lainnya yang selama ini anda abaikan dan semua ini juga butuh sentuhan berbalut Doa juga sedekah,
Sahabat, mari, kita bersama perbaiki dan tingkatkan cara ikhtiar kita saat ini juga, bukankah kita diajarkan pula oleh salah satu guru kita, bahwa “Dzikir Pikir Ikhtiar” memiliki makna yang luas dan ini sebuah kombinasi buat kita seorang muslim dalam menapaki kehidupan di dunia ini,
”Seandainya…” Kata ini begitu akrab dalam kehidupan sehari-hari. Disadari atau tidak, sebagian besar orang boleh jadi biasa mengucapkannya, ”Seandainya aku melakukan begini, tentunya begini dan begini, tidak begini…”
Nabi Muhammad SAW ternyata tak menyukai umatnya mengumbar kata-kata ”seandainya”. Bahkan, dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya, kalimat lau (seandainya) membawa kepada perbuatan setan.”
Syekh Shaleh Ahmad asy-Syaami, menjelaskan, kata ”seandainya” tidak membawa manfaat sama sekali. Menurutnya, meskipun seseorang mengucapkan ungkapan itu, ia tidak akan mampu mengembalikan apa yang telah berlalu, dan menggagalkan kekeliruan yang telah terjadi.
Syekh asy-Syaami mewanti-wanti bahwa ungkapan ‘seandainya’ bisa berkonotasi sebagai angan-angan semu, dan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. ”Sikap seperti ini adalah sikap yang lemah dan malas,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, Allah SWT pun membenci sikap lemah, tidak mampu, dan malas. Dalam hadis dinyatakan, ”Allah SWT mencela sikap lemah, tidak bersungguh-sungguh, tetapi kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu berucap ‘cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung.” (HR Abu Dawud)
Sikap tangkas dan cerdas yang dimaksud, tutur dia, melakukan usaha dan tindakan-tindakan yang bisa membawa pada keberhasilan meraih sesuatu yang bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat. Ini, sambung Syekh asy-Syaami, merupakan bentuk aplikasi terhadap hukum kausalitas yang telah Allah tetapkan.
Keutaman dari sikap tangkas dan cerdas yakni bisa menjadi pembuka amal kebaikan. Sebaliknya, sikap lemah dan malas, seperti telah diingatkan Rasulullah SAW, hanya akan mendekatkan diri kepada setan.
”Sebab, jika seseorang tidak mampu atau malas melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya dan masyarakat sekitar, maka ia akan selalu menjadi seseorang yang kerap berangan-angan,” paparnya.
Perbuatan dan sikap semacam itu, selain kontraproduktif serta tidak akan membawa pada keberhasilan, juga sama saja dengan membuka amal perbuatan setan karena pintu amal setan tidak lain adalah sikap malas dan lemah. Merekalah, tegas as-Syaami, adalah orang yang paling merugi.
Mengapa dikatakan orang yang paling merugi? Sebab, sifat malas dan lemah merupakan kunci segala bencana. Seperti misalnya, perbuatan maksiat sudah pasti terjadi karena lemahnya keimanan dan ketakwaan seseorang sehingga berani melanggar larangan agama.
Jadi, dia menambahkan, seorang hamba yang memiliki dua sifat tercela tadi, berarti ia tidak mampu melaksanakan amal perbuatan ketaatan serta tidak bisa melakukan hal-hal yang bisa membentengi dirinya dari godaan perbuatan jahat maupun maksiat.
Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Barri jilid XI menggarisbawahi, apabila penyakit hati itu telah menjangkiti manusia, maka ia akan mulai mendekati larangan Allah. Dia pun menjadi enggan untuk bertobat.
Untuk itu, Nabi SAW memberikan tuntunan doa bagi umatnya agar terhindar dari dua jenis sifat tercela tadi. Rasulullah SAW berdoa, ”Ya Allah, hamba meminta perlindungan kepada-Mu dari kecemasan dan kesedihan.”
Cemas dan sedih, keduanya juga bersumber dari malas dan lemah. Karena, apa yang telah terjadi, tidak mungkin diubah atau dihapus hanya dengan kesedihan, namun yang perlu dilakukan adalah menerimanya dengan kerelaan, sabar dan iman.
Demikian pula sesuatu yang mungkin terjadi di waktu mendatang, juga tidak mungkin dapat diubah atau dihapus hanya dengan kecemasan atau kekhawatiran. Maka itu, seseorang harus selalu siap membekali diri dengan sikap-sikap yang baik untuk menghadapi segala kemungkinan.
Oleh karenanya, Islam sangat menjunjung tinggi optimisme, kerja keras, dan berusaha sekuat tenaga. Jiwa seorang Muslim sejati adalah yang meyakini bahwa rezeki Allah SWT sangatlah berlimpah, dan disediakan bagi siapapun yang mampu menggapainya dengan semangat dan etos kuat.
”Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS al Jumu’ah [62] : 10)
Ada perbedaan antara harapan dan angan-angan. Harapan selalu dibarengi dengan usaha, sementara angan-angan atau kemalasan hanyalah angan-angan kosong. Semoga kita dijauhkan dari sifat malas.
semoga sahabat bisa menerapkan dan memahaminya , insya allah
reedit tambahan fuad
Discussion about this post