Sungguh membuat hati cukup sedih jika mendengar berita wafatnya ulama. Terlebih ulama tersebut adalah ulama ahlus sunnah wal jamaah yang sangat giat, belajar, berdakwah dan memberikan pencerahan yang banyak kepada manusia. Ayyub rahimahullah pernah berkata,
إني أُخبر بموت الرجل من أهل السنة وكأني أفقد بعض أعضائي
“Sesungguhnya aku diberitakan mengenai wafatnya seorang ahlus sunnah, seakan-akan aku kehilangan sebagian anggota tubuhku”.[1]
Dengan wafatnya ulama, berarti Allah telah mulai mengangkat ilmu dari manusia. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“[2]
Al Munawi menjelaskan bahwa yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu untuk makrifatullah dan iman kepada-Nya serta ilmu mengenai hukum-hukum Allah, karena ilmu hakiki adalah ilmu yang berkenaan dengan hal ini. Dengan wafatnya para ulama maka proses mengajar akan berhenti, sehingga tidak ada yang menggentikan ulama-ulama sebelumnya.
Pada hadits lain disebutkan, yang maknanya: “Sesungguhnya menjelang hari kiamat kelak, akan ada hari-hari yang diturunkannya kebodohan dan diangkatnya ilmu”. (H.R. Bukhari).

Ulama Pewaris Para Nabi
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Artinya: “Ulama adalah pewaris para nabi.” (H.R. At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda Radhiallahu ‘Anhu).
Para ulama kini semakin langka, generasi muda yang ingin menjadi ulama pun semakin sedikit, anak-anak yang bercita-cita untuk menjadi ulama pun semakin jarang.
Cobalah kita tanyakan kepada anak-anak untuk menyebutkan nama-nama tokoh ulama dan tanya pula nama-nama artis dunia. Mungkin mereka banyak hafal nama-nama selebritis itu.
Tidak serta-merta kita salahkan generasi masa depan itu. Akan tetapi akan lebih pada koreksi diri, sejauh mana kita mengenalkan para tokoh pejuang Islam itu kepada mereka?
Sudahkah kita menceritakan kisah penelusuran hadits dari seorang Imam Bukhari, mengembara dari dataran Eropa menuju kota Nabi, Madinah? Sudah pulakah kita kisahkan bagaimana pembelajar otodidak Syaikh Al-Albani? Atau lebih dekat lagi kita belikan buku sejarah perjuangan para ulama dalam kemerdekaan RI dan para pembangun negeri dari kalangan Walisongo?
Padahal melalui perantaraan mereka para ulamalah, merupakan pewaris perbendaharaan ilmu agama, pewaris Nabi. Sehingga dengan demikian, ilmu syariat terus terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya. Oleh karena itu, kematian salah seorang dari mereka mengakibatkan terbukanya fitnah besar bagi Muslimin.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengisyaratkan dalam hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash:
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pada hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Abdullah bin ‘Amr juga disebutkan hadits yang maknanya, “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang-orang jahat.”
Begitulah, maka keberadaan ulama, mereka yang paham, mengerti, mengamalkan ilmu-ilmu syaruat Islam merupakan sumber rahmat dan barakah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menyebutnya dengan:
مَفاَتِيْحُ لِلِخَيْرِ وَمَغاَلِيْقُ لِلشَّرِّ
Artinya: “Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.”
Dan memang para ulama merupakan orang-orang pilihan Allah, yang Allah menitipkan pewarisan ajaran Islam ini melalui lisan mereka, jiwa mereka dan amaliah mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْناَ الْكِتاَبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْناَ مِنْ عِباَدِناَ
Artinya: “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (QS Fathir: 32)
Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menguraikan lebih lanjut bahwa melalui ayat ini Allah hendak memberikan penjelasan, Allah menjadikan orang-orang yang menegakkan dan mengamalkan Al-Quran yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab terdahulu yaitu dari orang-orang pilihan di antara hamba-hamba-Nya, yakni para ulama.
Imam Asy-Syaukani mengatakan bahwa maksud “Kami (Allah) telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami (Allah) pilih dari hamba-hamba Kami yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an)”, adalah dengan cara mewariskan Al-Quran ini kepada para ulama dari umat Muhammad. Dan tidak ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para shahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah telah memuliakan mereka atas seluruh manusia dan menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat Nabi yang terbaik dan penghulu anak keturunan Adam.”
Begitulah, hingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menegaskan:
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Artinya: “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (H.R. At-Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Begitulah, maka tak berlebihan jika Abu Muslim Al-Khaulani menyimpulkan, “Ulama di muka bumi ini bagaikan bintang-bintang di langit. Apabila muncul, manusia akan diterangi jalannya dan bila gelap manusia akan mengalami kebingungan.”
Merekalah para ulama yang takut kepada Allah, seperti firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Q.S. Fathir [35]: 28).
Marilah kita ikuti dan thaati arahan ulama selama haq, bersandar pada Al-Quran dan As-Sunnah, jika keliru kita nasihati, jika benar kita bela. Penghormatan dan pemuliaan Allah kepada kita, adalah bagaimana penghormatan dan pemuliaan kita pada ulama.
Kecuali tentu orang-orang pendosa yang ingkar kepada Allah, yang bermusuhan dengan ulama, seperti juga orang-orang jahiliyah yang memusuhi Nabi. Dan mereka dihinakan Allah di dunia apalagi di akhirat. Na’udzubillaah. (RS-2/RS1)

Ulama Diangkat dan Buku Tidak Bisa Menggantikan
Imam Ahmad menyebutkan bahwa hadits ini disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ketika haji wada’. Di riwayat lain disebutkan bahwa seorang badui bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,”Wahai Nabi Allah, bagaimana ilmu diangkat sedangkan ada pada kami mushaf-mushaf, dan kami telah belajar darinya apa yang ada di dalamnya dan kami mengajarkan istri-istri, anak-anak dan para pembantu kami?”
Maka, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendongakkan wajah dan beliau marah lalu bersabda,”Ini orang-orang Yahudi dan Nashrani ada pada mereka lembaran-lembaran, mereka tidak mempelajari darinya mengenai apa yang datang kepada mereka dari para nabi mereka”.
Al Munawi menyatakan bahwasannya hadits di atas menunjukkan bahwa adanya buku-buku setelah ilmu diangkat dengan meninggalnya para ulama, buku-buku itu tidak berguna apapun bagi orang yang bodoh. (Faidh Al Qadir, 2/274).
sumber, Mi’raj Islamic News Agency (MINA), https://minanews.net/ulama-pewaris-para-nabi/
selain itu dalam artikel lainnya,
Imam As Syatibi juga menyatakan bahwa di masa lalu, ilmu itu di dada para ulama, kemudian berpindah ke buku-buku, namun kuncinya masih di tangan para ulama. (Al Muwafaqat, 1/31)
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﺒﻴﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻘﺒﺾ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﺍﻟﻤﻄﻠﻘﺔ ﻟﻴﺲ ﻫﻮ ﻣﺤﻮﻩ ﻣﻦ ﺻﺪﻭﺭ ﺣﻔﺎﻇﻪ ، ﻭﻟﻜﻦ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺃﻧﻪ ﻳﻤﻮﺕ ﺣﻤﻠﺘﻪ ، ﻭﻳﺘﺨﺬ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺟﻬﺎﻻ ﻳﺤﻜﻤﻮﻥ ﺑﺠﻬﺎﻻﺗﻬﻢ ﻓﻴﻀﻠﻮﻥ ﻭﻳﻀﻠﻮﻥ .
“Hadits ini menjelaskan bahwa maksud diangkatnya ilmu yaitu sebagaimana pada hadits-hadits sebelumnya secara mutlak. Bukanlah menghapuskannya dari dada para penghafalnya, akan tetapi maknanya adalah wafatnya para pemilik ilmu tersebut. Manusia kemudian menjadikan orang-orang bodoh untuk memutuskan hukum sesuatu dengan kebodohan mereka. Akhirnya mereka pun sesat dan menyesatkan orang lain”.[3]
Para ulama pasti akan Allah wafatkan karena setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Hendaknya kita terus semangat mempelajari ilmu dan mengamalkannya. Shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata,
ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺮﻓﻊ ﻭﺭﻓﻌﻪ ﻣﻮﺕ ﺭﻭﺍﺗﻪ، ﻓﻮﺍﻟﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ ﻟﻴﻮﺩّﻥّ ﺭﺟﺎﻝ ﻗﺘﻠﻮﺍ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻬﺪﺍﺀ ﺃﻥ ﻳﺒﻌﺜﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﻟﻤﺎ ﻳﺮﻭﻥ ﻣﻦ ﻛﺮﺍﻣﺘﻬﻢ، ﻓﺈﻥ ﺃﺣﺪﺍ ﻟﻢ ﻳﻮﻟﺪ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﺘﻌﻠﻢ
“Wajib atas kalian untuk menuntut ilmu, sebelum ilmu tersebut diangkat/dihilangkan. Hilangnya ilmu adalah dengan wafatnya para periwayatnya/ulama. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh orang-orang yang terbunuh di jalan Allah sebagai syuhada, mereka sangat menginginkan agar Allah membangkitkan mereka dengan kedudukan seperti kedudukannya para ulama, karena mereka melihat begitu besarnya kemuliaan para ulama. Sungguh tidak ada seorang pun yang dilahirkan dalam keadaan sudah berilmu. Ilmu itu tidak lain didapat dengan cara belajar .”[4]
Mari kita semakin semangat menuntut ilmu, menyebarkan dan mengamalkannya, karena hilangnya ilmu agama merupakan tanda-tanda akhir zaman dan dekatnya zaman fitnah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻳَﺘَﻘَﺎﺭَﺏُ ﺍﻟﺰَّﻣَﺎﻥُ ﻭَﻳُﻘْﺒَﺾُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢُ ﻭَﺗَﻈْﻬَﺮُ ﺍﻟْﻔِﺘَﻦُ ﻭَﻳُﻠْﻘَﻰ ﺍﻟﺸُّﺢُّ ﻭَﻳَﻜْﺜُﺮُ ﺍﻟْﻬَﺮْﺝُ
“Zaman saling berdekatan, ilmu dihilangkan, berbagai fitnah bermunculan, kebakhilan dilemparkan (ke dalam hati), dan pembunuhan semakin banyak.“[5]
Termasuk tanda kiamat yang sudah cukup dekat adalah diangkatnya ilmu dan kebodohan yang merajalela.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﻣﻦ ﺃﺷﺮﺍﻁ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ﺃﻥ ﻳُﺮْﻓَﻊَ ﺍﻟﻌﻠﻢ، ﻭﻳَﺜْﺒُﺖَ ﺍﻟﺠﻬﻞُ
“Termasuk tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan tetapnya kebodohan.“[6]
Allah Ta’ala berfirman :
ﻧَّﻤَﺎ ﻳَﺨْﺸَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣِﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩِﻩِ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ ۗ
“Hanyalah yang memiliki khasy-yah (takut) kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ‘ulama.” [Fathir : 28]
Demikian semoga bermanfaat.
***
Penyusun: Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK, sumber https://muslim.or.id/34692-ilmu-dicabut-dengan-wafatnya-ulama.html
Alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Kedokteran Umum UGM, dosen di Universitas Mataram, kontributor majalah “Kesehatan Muslim”
Catatan kaki:
[1] Hilyah Al-Auliya 3/9
[2] HR. Bukhari
[3] Syarh Nawawi lishahih Muslim 16/223-224
[4] Al-’Imu Ibnu Qayyim, hal. 94
[5] HR. Muslim
[6] HR. Bukhari
Discussion about this post